Salah satu misi kami adalah untuk mengisi kesenjangan pengetahuan tentang satwa liar di Indonesia, dan salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan melakukan kegiatan penelitian yang akan bermanfaat bagi program konservasi kami di lapangan. Sepanjang tahun ini, kami telah berkomitmen untuk menerima mahasiswa dan/atau peneliti untuk melakukan penelitian di sini di fasilitas kami, dan kami akan terus melakukannya di masa mendatang. Berikut adalah ruang lingkup penelitian yang dapat kami tampung sejauh ini:
Kami menyambut dan mendorong setiap orang, khususnya warga negara Indonesia, yang bersedia berkontribusi untuk konservasi melalui penelitian di fasilitas kami. Silakan cek pedoman penelitian kami dalam bahasa Indonesia di sini.
Program ini bertujuan membangun jaminan koloni spesies ini untuk memperkuat jumlah populasinya di alam. Jelas bukan tugas yang mudah untuk dilakukan, tetapi kami memulainya terlebih dahulu dengan mempelajari ekologi spesies ini di tempat kami ini sambil menciptakan kondisi terbaik bagi mereka untuk dapat berkembang biak. Kemudian secara paralel, kami juga akan mencari lokasi potensial untuk melepasliarkan mereka di masa mendatang.
Program ini bertujuan membangun jaminan koloni spesies ini untuk memperkuat jumlah populasinya di alam. Jelas bukan tugas yang mudah untuk dilakukan, tetapi kami akan memulainya dengan terlebih dahulu mempelajari ekologi spesies ini di fasilitas kami di sini sambil menciptakan kondisi terbaik bagi mereka untuk dapat berkembang biak. Kemudian secara paralel, kami juga akan mencari lokasi potensial untuk melepasliarkan mereka di masa mendatang.
Kami menerima hibah dari Dana Konservasi ASAP IUCN untuk memulai program konservasi Kura-kura Bajuku (Orlitia borneensis), spesies kritis namun masih menjadi spesies yang diabaikan!
Dalam program ini kami akan mulai dengan mengumpulkan semua pengetahuan yang relevan tentang ekologi Penyu Raksasa Malaya untuk kemudian diterapkan pada desain kolam dan peternakan di situs kami. Kami juga akan melakukan penilaian kesehatan dan genetik untuk menemukan pasangan terbaik untuk pembibitan di masa depan. Kami bekerjasama dengan organisasi lain seperti Kebun Binatang Gembira Loka, Yayasan Kolaborasi Inklusi Konservasi, serta Yayasan Herpeoftauna Indonesia untuk mensukseskan program tersebut. Kami juga bekerjasama dengan BKSDA Yogyakarta sebagai pihak yang berwenang dalam hal ini.
Masih berlangsung
Klik disini
Binturong adalah spesies mesokarnivora yang dilindungi undang-undang Indonesia, dan terdaftar sebagai status yang Rentan oleh IUCN. Spesies ini memiliki peran ekologis yang penting sebagai penyebar benih, terutama untuk pohon ara pencekik (Ficus aurea). Menyebarkan dan meningkatkan proses pembenihan sangat penting bagi ekosistem karena pohon ara menyediakan berbagai sumber daya bagi penghuni hutan. Misalnya, batang pohon berlubang menawarkan tempat berlindung bagi banyak invertebrata, kelelawar, amfibi, dan reptil. Namun, meski memiliki peran yang begitu penting, binturong masih disepelekan dan kurang dipelajari. Sampai saat ini, hanya ada tiga publikasi yang tersedia tentang binturong di Indonesia.
Binturong banyak ditemukan di penangkaran dan sering dijumpai beredar dalam mata rantai perdagangan satwa liar, meskipun statusnya sebagai satwa dilindungi. Pihak berwenang sering menyita binturong dari pemburu liar atau kepemilikan ilegal, dan kemudian dipindahkan ke kebun binatang atau fasilitas pusat penyelamatan. Binturong-binturong tersebut biasanya tidak memiliki informasi yang jelas mengenai asal geografisnya, sehingga menghambat pusat untuk melanjutkan proses reintroduksi. Biasanya, asal binturong ditentukan oleh morfologinya. Namun, metode ini sangat bias karena belum ada studi komprehensif tentang morfologi binturong di Indonesia.
Sebenarnya ada sembilan subspesies binturong yang diketahui, empat di antaranya ada di Indonesia: Arctictis binturong pageli (Kalimantan), Arctictis binturong niasensis (Sumatera), Arctictis binturong kerkhoveni (Sumatra), dan Arctictis binturong penicillatus (Jawa). Adanya subspesies tersebut mengindikasikan adanya isolasi habitat yang kemudian menyebabkan binturong dari masing-masing lokasi berkembang tanpa adanya percampuran genetik binturong dari pulau lain. Menjaga kemurnian subspesies ini penting untuk menjaga keragaman genetiknya. Oleh karena itu, kesalahan dalam identifikasi subspesies harus dihindari.
Identifikasi genetik menawarkan identifikasi yang akurat dari asal geografis binturong. Telah ada penelitian yang dilakukan tentang genetika binturong di masa lalu, terutama yang ada di kebun binatang. Meskipun demikian, tidak ada informasi genetik yang jelas untuk spesies binturong Jawa dan Sumatera, dan tidak ada pembaruan signifikan untuk subspesies di Kalimantan. Sebagian besar studi genetik binturong hanya menempatkannya sebagai pembanding dengan spesies lain.
Proyek kami bertujuan untuk menghasilkan penanda genetik binturong di Indonesia untuk membantu para peneliti dan konservasionis dalam menentukan asal individu binturong yang mereka ajak kerja sama. Nantinya, penanda genetik dapat berperan sebagai alat untuk meningkatkan program konservasi binturong seperti rehabilitasi, penangkaran, dan pelepasan spesies. Dan kami berharap ini semua bisa dimulai dari tempat kami.
Proyek genetik ini bertujuan untuk menghasilkan penanda genetik binturong di Indonesia untuk membantu para peneliti dan konservasionis dalam menentukan asal-usul individu binturong yang mereka kerjakan. Nantinya, penanda genetik dapat berperan sebagai alat untuk meningkatkan program konservasi binturong seperti rehabilitasi, penangkaran, dan reintroduksi spesies. Selain itu, penelitian ini dapat mengisi kesenjangan pengetahuan tentang genetika binturong secara keseluruhan.
Proyek ini melibatkan setidaknya 40 ekor binturong dari seluruh Indonesia. Kami bekerja sama dengan banyak pusat penyelamatan dan rehabilitasi, bahkan kebun binatang yang menampung binturong selama periode penelitian ini. Spesimen biologis berupa darah dan rambut dikumpulkan dari masing-masing individu dengan prosedur imobilisasi terlebih dahulu. DNA dari seluruh spesimen yang terkumpul akan diamplifikasi pada segmen gen penyandi sitokrom B dan regio COX-3, kemudian diurutkan dan dianalisis menggunakan perangkat lunak bioinformatika. Kami bekerja sama dengan staf Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk proyek ini.
Kami menggunakan prosedur deteksi molekuler termasuk metode Polymerase Chain Reaction (PCR), pengurutan genetik, serta analisis bioinformatika. Kami berterima kasih kepada Revive and Restore karena telah memberikan kami dukungan finansial melalui Catalyst Science Fund di Wild Genome Project.
Selesai.
Pemeriksaan hematologi merupakan salah satu prosedur yang paling umum dan penting untuk menggali status kesehatan fisik hewan. Hampir semua masalah fisik dapat ditunjukkan perubahannya melalui darah dalam sistem kardiovaskular, seperti peradangan, edema, vasodilatasi, dll. Oleh karena itu, pemeriksaan hematologi dapat memberikan petunjuk awal yang terbaik tentang terjadinya penyakit pada hewan di lapangan, sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti mikrobiologi atau pemeriksaan klinis lainnya.
Spesies yang paling banyak direhabilitasi di WRC Jogja adalah Elang, khususnya Elang Brontok dan Elang Ular Bido. Kondisi itu juga berlaku untuk pusat penyelamatan dan/atau rehabilitasi satwa liar lainnya di Indonesia, di mana keberadaan spesies raptor yang melimpah adalah hal yang biasa. Sebagian besar elang datang sebagai akibat dari rantai perdagangan satwa liar ilegal, perburuan ilegal, atau kepemilikan ilegal. Dengan kondisi tersebut, seorang dokter hewan ditantang untuk menyelamatkan hewan-hewan yang tiba di pusat penyelamatan tersebut. Oleh karena itu, pemeriksaan hematologi di sini sangat membantu untuk mendiagnosa status kesehatan fisik unggas yang dilukai secara komprehensif.
Namun, terdapat kesenjangan mengenai referensi hematologi beberapa spesies elang, baik tentang morfologi sel darah maupun interval referensi darah normal. Dokter hewan biasanya menggunakan referensi dari spesies elang lain, terutama yang tinggal di luar negeri, untuk menginterpretasikan hasil pemeriksaan darah. Referensi tersebut jelas dapat meningkatkan bias dari hasil diagnostik laboratorium. Oleh karena itu, proyek ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan tentang morfologi sel darah dan interval referensi darah normal dari dua spesies elang yang biasa ditemukan di sini: Elang Ular Bido dan Elang Brontok.
Langkah-langkah dari proyek ini berupa pengumpulan darah, pemeriksaan laboratorium yang meliputi hitung darah lengkap dan biokimia, serta analisis statistik. Kami sangat beruntung mendapat kesempatan untuk bekerja sama dengan Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Departemen Patologi Universitas Brawijaya, Klinik Hewan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta, serta Stasiun Flora dan Fauna Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta.
Selesai.
Kasus parasit darah burung liar di Indonesia masih belum banyak diteliti dan dilaporkan, padahal parasit darah dapat berakibat fatal dan berpotensi menghambat laju pelepasan burung di fasilitas rehabilitasi seperti kami. Sehubungan dengan studi hematologi pada elang, kami mencoba menyelidiki jenis parasit darah, terutama spesies haemoproteus, yang berpotensi menginfeksi elang yang dapat diubah dan selanjutnya memengaruhi tingkat keberhasilan rehabilitasi hingga pelepasliarannya.
Salah satu cara untuk mengidentifikasi parasit darah adalah melalui pemeriksaan di bawah mikroskop. Namun, metode tersebut sulit untuk menghasilkan hasil yang spesifik karena siklus hidup parasit darah yang berbeda. Selain itu, banyak parasit mungkin terlihat serupa di bawah mikroskop biasa. Oleh karena itu, kami memilih untuk melakukan investigasi molekuler melalui metode PCR dalam kasus ini.
Sedang berlangsung.
Identifikasi jenis kelamin sangat penting untuk upaya konservasi satwa liar ex-situ seperti kebun binatang, pusat penyelamatan dan/atau rehabilitasi. Hal ini terutama lebih penting untuk hewan monomorfik, termasuk burung yang sulit dispesifikasikan secara morfologis. Beberapa metode penentuan jenis kelamin burung yang populer adalah: penentuan jenis kelamin, ukuran individu (pada beberapa burung jantan/betina lebih besar), atau melalui tampilan warna bulu yang berbeda (hanya untuk spesies dimorfik seksual). Namun, metode tersebut kurang akurat karena subjektivitas yang tinggi, yang berarti setiap operator mungkin memiliki kemampuan dan persepsi yang berbeda terhadap parameter identifikasi. Sebaliknya, sexing molekuler memberikan metode yang paling akurat untuk identifikasi jenis kelamin, dimana secara langsung menentukan jenis kelamin berdasarkan kromosom seks individu.
Kami menggunakan prosedur deteksi molekuler yang meliputi pengambilan sampel (darah dan bulu), ekstraksi DNA, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan elektroforesis DNA. Burung-burung yang terlibat dalam proyek ini adalah: Elang, Burung Hantu, Kasuari, Kakatua Jambul Kuning, Kakatua Tanimbar. Kami berterima kasih kepada Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang telah mengundang kami sebagai kolaborator dalam proyek ini.
Selesai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penentuan jenis kelamin molekuler dapat menjadi standar emas untuk identifikasi jenis kelamin burung monomorfik menggunakan spesimen darah dan/atau bulu. Hasil PCR yang divisualisasikan melalui elektroforesis gel menunjukkan hasil yang khas dimana terdapat 1 pita DNA untuk burung jantan (ZZ) dan 2 pita DNA untuk burung betina (ZW). Nantinya, hasil penelitian ini kami manfaatkan untuk memperbaharui basis data satwa kami.
PBFDV merupakan salah satu ancaman terbesar bagi konservasi burung kakatua endemik Indonesia karena kecenderungan penyakitnya yang kronis dan laten. Paruh bengkok yang terinfeksi PBFDV dapat menunjukkan gejala fisik baik klinis maupun subklinis. Meskipun merupakan ancaman besar bagi konservasi paruh bengkok (nuri, kakatua), tidak diketahui dari mana virus ini awalnya berasal dan karenanya menghambat keputusan diagnosis dan pengobatan serta upaya pemberantasan yang komprehensif. Karakterisasi PBFDV yang lazim terjadi di Indonesia sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi ancaman konservasi burung paruh bengkok.
Kami menggunakan pendekatan molekuler untuk mengkarakterisasi virus menggunakan wilayah genetik ORF1. Sampel akan diperoleh dari burung yang menghuni beberapa lembaga konservasi ex-situ di sekitar Jawa dan Indonesia Timur. Kami berterima kasih kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang telah mengundang kami sebagai kolaborator untuk penelitian ini.
Sedang berlangsung.
–
Tojeiro volunteered at WRC in 2018 and instantly fell in love. He decided to leave his job in the Netherlands to work alongside our keepers, managing projects and making sure all the animals get the best care possible. During the relocation period, Tojeiro studied animal health management to increase his capacity in the field of animal welfare.